TUGAS ILMU SOSIAL DASAR
“PRAKTIK KORUPSI di INDONESIA”
Disusun Oleh :
Nama : Isma Maulani
NPM : 1A112063 (Mahasiswa Transfer)
Kelas : 1KA02
Dosen : Auliya Arrahma,ST,MT.
Jurusan Sistem Informasi
Universitas
Gunadarma
Depok
2012
PENDAHULUAN
Pertanyaan besar yang patut kita
ajukan berkaitan dengan masalah korupsi di Indonesia ialah mengapa korupsi
tumbuh subur di Inedonesia?. Tak dapat dipungkiri lagi dan semua orang tahu
kalau praktik korupsi sudah
terjadi dan terwariskan dari generasi ke generasi, bahkan mungkin tak sedikit
pula orang yang pura-pura tidak tahu akan hal ini. Ya, itulah korupsi di
Indonesia. Praktik korupsi agaknya merupakan sebuah kebiasaan yang telah
membudaya dan ada pada setiap lapisan birokrasi di Indonesia.
Dalam ranah akademis, ketika bkita
berbicara mengenai sebuah fenomena sosial yang terjadi dalam sebuah masyarakat,
sering kita dituntut untuk memakai sebuah kacamata yang dalam hal ini sering
disebut bingkai atau prespektif tertentu. Artinya segala sesuatu yang ingin
kita jelasakan harus mempunyai dasar pemikiran dan pandangan dengan berbagai
variasi dari bagaimana kita ingin menjelaskan fenomena tersebut.
Secara historis, praktik korupsi
merupakan sebuah kebiasaan yang membudaya mulai dari tiga tahap atau fase mayor
yang ada pada sejarah bangsa ini. Dalam hal ini, kemudian saya sebut sebagai tiga tahap dalam fase praktik
korupsi yang ada di Indonesia. Yaitu fase pertama pada zaman
kerajaan kuno, fase kedua pada zaman penjajahan, dan fase yang ketiga pada
zaman moderen atau zaman yang sering kita sebut semagai zaman yang global.
PEMBAHASAN
Fase pertama, Pada zaman
kerajaan-kerajaan kuno. Berbicara mengenai korupsi, tntu tidak dapat terelakkan
dari priktek-priktek yang bisa dikatakan satu paket dengan praktik korupsi itu
sendiri. Yang saya maksud disini ialah ketika kita berbicara mengenai korupsi,
tentu kita juga akan sedikit menyinggung kolusi dan nepotisme. Ya, ketiga hal
ini sering dan bahkan tak jarang bermunculan dalam kasus yang bersamaan. Praktik KKN yang ada dalam fase
kerajaan kuno di Indonesia agaknya menjadi sebuah praktik kekerasan terhapdap
masyarakat yang dilegalkan. Bagaimana tidak?, dalam aspek penentuak pemegang
kekuasaan selalu diperuntukkan hanya untuk kerabat-kerabat dekat dari birokrasi
itu sendiri. Akibatnya, status dalam birokrasi yang ada menjadi sangat sakral
dan banyak orang yang dengan mati-matian ingin merebut dan menduduki kursi
birokrasi dalam hal ini status sakral tersebut. Alhasil, banyak dari
kerajaan-kerajaan yang pecah karena praktik
KKN yang memang tidak bisa dibenarkan tersebut. Kerajaan Singosari
dengan perang saudaranya yang dimulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni,
hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya yang kemudian menjadi dendam
kesumat yang diturunkan secara turun temurun. Kerajaan Majapahit dengan Perang
Paregregnya, serta banyak konflik-konflik lain yang yang mungkin luput rasi
saksi buku sejarah yang tebal di perpustakaan. Hal ini memberikan gambaran
bahwa kekuasaan dan kejayaan yang ada melalui proses KKN yang dilegitimasikan
membuat banyak pihak tergiur dengan kenikmatan yang ditawarkannya. Timbullah
konflik dan perpecahan.
Fase kedua, Pada zaman kolonial atau
penjajahan. Pada zaman ini, istilah korupsi, kolusi, dan neoptisme mulai
dikenal dan masuk kedalam sistem sosial politik yang ada dalam bangsa Indonesia.
Dan ironinya, hal tersebutlah yang membuat penjajah dengan mudahnya masuk dan
mulai menjajah bangsa ini. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah
terutama belanda dengan periode penjajahan yang paling lama yaitu sekitar 350
tahun lamanya. Ya, waktu yang cukup panjang untuk membina dan menciptakan generasi-generasi korup dalam
birokrasi di Indonesia. Cerdasnya, generasi-generasi itu muncul bukan
dengan ketidak sengajaah atau tanpa perkiraan belaka, tapi generasi itu memang
sengaja dibuat untuk mempertahankan status quo Belanda yang ingin terus
mempertahankan kekuasaannya atas Indonesia. Ibarat anjing peliharaan, penjajah
kemudian memelihara banyak anjing yang dijadikan sebagai boneka untuk menindas
banyak orang tanpa harus sengaja mengotori tangan sendiri tentu dengan tujuan
untuk kepentingan pribadi mereka (Belanda).
Fase ketiga, Korupsi pada zaman
modern. Inilah zaman yang saat ini kita pijak, dimana praktik korupsi sudah
mendarah daging dalam diri tiap individu yang tergabung dalam satuan birokrasi.
Kita sadari bahwa sesungguhnya praktik-praktik yang ada memang tak bisa
terlekkan. Lihainya kemampuan para
koruptor di zaman ini untuk berlindung dibalik payung hukum, serta
kelemahan dan keterbatasan hukum itu sendiri untuk mengikat dan menindak berbagai jenis kejahatan dan praktik
KKN yang ada di Indonesia. Terlepas dari itu semua, hal yang paling
mempengaruhi keadaan atau buruknya kondisi dan praktik korupsi yang terjadi di
Indonesia pada zaman modern ini adalah akibat dari memori sejarah dan warisan masa lalu yang ditinggalkan dari generasi ke
generasi.
Masalah dalam zaman modern ini ialah
ketika penanganan korupsi yang ada oleh pemerintah justru seolah-olah merupakan
sebuah permainan dan sandiwara belaka. Pemerintah dianggap tidak tegas dan
tidak serius untuk menangani masalah korupsi tersebut. Bagaimana tidak tegas
dan tidak bermain-main, pada kenyataannya dugaan besar terhadap permainan
korupsi itu sendiri ialah berada di puncak birokrasi. Pantas saja kasus-kasus
tidak korupsi yang di ekspose di media-media massa hanyalah kasus sebatas
korupsi kelas kakap yang kemudian saya sebut demikian. Akibatnya, pandangan publik tentang penegakan hukum di
Indonesia berkaitan dengan perkara diatas di ibaratkan sebagai bilah
pisau. Tumpul di atas dan tajam dibawah. Kemudian benar adanya ketika saya
katakana bahwa “hukum seolah-olah hanya mempan untuk kaum melarat”, hukum yang
ada di Indonesia kerap mencari dan menuntut sebuah kepastian, bukan keadilan
yang merupakan esensi dari hukum itu sendiri. Masih ingat dengan kasus
nenek-nenek yang divonis beberapa bulan karena mencuri beberapa buah kokoa?,
menurut saya itu merupakan suatu fenomena yang memang dapat dibenarkan kalau
fenomena tersebut memang dapat dikategorikan dan dimasukkan dalam rahan hukum,
tapi terlalu tidak etis karena kita sadari bahwa apa sih artinya masalah sepele
kalau bisa kita selesaikan dengan cara kekeluargaan. Toh penyelesaian konflik
bukan hanya bisa didapat lewat pengadilan. Bermodal toleransi dan empati saja
mungkin sudah bisa menyelesaikan konflik sepele dan sungguh tidak penting untuk
diangkat ke ranah hukum.
Kemudian ketika kita berbicara
tentang masalah korupsi dalam pandangan atau prespektif seorang sosiolog, dalam
sosiologi kita mengenal teori
penyimpangan beserta berbagai asumsi yang ada didalamnya. Seorang
sosiolog kadang akan melihat fenomena
korupsi sebagai sebuah penyimpangan. Dimana ada akan aka saya
sebutkan salah satu asumsi kenapa seseorang cenderung berperilaku menyimpang
yang akan saya kaitkan dengan fenomena korupsi yang sedang kita bahas. “seorang
cenderung melakukan hal yang menyimpang ketika seseorang merasa bahwa perbuatan
menyimpang itu lebih menguntungkan”, itu adalah sebuah pernyataan yang tak bisa
dipungkiri lagi. Meskipun banyak dari kita mencoba untuk bermunafik ria atau
menutup-nutupi bahwasanya benar adanya menyimpang
adalah lebih menguntungkan daripada berbuat kebajikan yang merepotkan.
Ya, mendapatkan uang dengan cara yang instan memang kerap menjadi sebuah
iming-iming yang besar apalagi bagi mereka yang mempunyai status sosial yang
tinggi dan sudah mempunyai kekuasaan yang besar yang dengan otomatis akan
mengendorkan pengawasan sosial terhadap orang yang bersangkutan karena kemistri
atau otoritas yang melekat dalam diri orang itu sendiri.
Itulah beberapa hal menarik yang
harus kita amati. Saya hanya memberikan beberapa prespektif dari banyak
prespektif yang bisa kita gunakan untuk menjelaskan mengapa korupsi tumbuh subur di Indonesia, bagaimana
korupsi bisa tumbuh subur di Indonesia, bagaimana kemudian praktik KKN selalu
berjalan dengan mulus dan tikus kecil pun dikorbankan untuk kepentingan tikus
yang lebih besar. Banyak sekali nyanyian yang menyindir masalah korupsi, itu
merupakan sebuah apresiasi masyarakat terhadap setiap fenomena konyol yang
terjadi di Indonesia ini.
Lemahnya
kekuatan hukum untuk mengikat dan memberikan dampak jera bagi para
pelakunya adalah salah satu faktor yang kerap kali menjadi backing dalam
praktik KKN di Indonesia. Kita lihat saja kasus Nazaruddin yang baru-baru ini
terjadi. Seberapa besar kerugian yang ditimbulkan dengan tuntutan dan vonis
yang dijatuhkan tidak menunjukkan hubungan yang sinergis. Itu merupakan sebuah
kebobrokan dan gambaran bahwa pemerintah kesannya hanya main-main belaka. Kalau
memang mau memberantas korupsi, berantaslah dengan serius. Perlakukan hukuman
yang memang benar-benar akan membuat mereka yang bermain di tribun paling atas
merasa merinding dan turun dari permainan yang sedang dimainkannya.
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang
biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
- Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
- Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
- Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
- Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya,
terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
a) Partai
politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul
pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
c) Sebagai
oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena
menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah
para korup.
e) Sumber
kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang
mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat
besar (rakyat).
f) Lembaga-lembaga
politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik
dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan
korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan
hirarki politik kekuasaan.
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi
dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi,
merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK
adalah sebagai berikut :
- Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
- Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
- Membangun kepercayaan masyarakat.
- Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
- Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya
yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain
sebagai berikut :
- Upaya pencegahan (preventif).
- Upaya penindakan (kuratif).
- Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
- Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Upaya Pencegahan (Preventif)
- Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
- Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
- Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
- Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
- Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
- Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
- Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
- Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan,
yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan
peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
- Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
- Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
- Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
- Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
- Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
- Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
- Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
- Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
- Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
- Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
- Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
- Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
- Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
- Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
- Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat)
- Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
- Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi
Sumber :
http://aspirasiku.com/2012/05/07/sebuah-prespektif-mengapa-korupsi-tumbuh-subur-di-indonesia/
KESIMPULAN
a.
Korupsi
adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung
unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).
b.
Korupsi
di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemim-pinan dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c.
Rakyat
kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
d.
Fenomena
umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial
baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak
mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan
dalih “kepentingan rakyat”.
e.
Peran
serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.
f.
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh
dlam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan
(preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan
upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar